The Empty Wager

From Iaprojects

Original Article: English

Title: The Empty Wager by Sam Harris

Source: http://newsweek.washingtonpost.com/onfaith/panelists/sam_harris/2007/04/the_cost_of_betting_on_faith.html

The coverage of my recent debate in the pages of Newsweek began and ended with Jon Meacham and Rick Warren each making respectful reference to Pascal's wager. As many readers will remember, Pascal suggested that religious believers are simply taking the wiser of two bets: if a believer is wrong about God, there is not much harm to him or to anyone else, and if he is right, he wins eternal happiness; if an atheist is wrong, however, he is destined for hell. Put this way, atheism seems the very picture of reckless stupidity.

But there are many questionable assumptions built into this famous wager. One is the notion that people do not pay a terrible price for religious faith. It seems worth remembering in this context just what sort of costs, great and small, we are incurring on account of religion. With destructive technology now spreading throughout the world with 21st century efficiency, what is the social cost of millions of Muslims believing in the metaphysics of martyrdom? Who would like to put a price on the heartfelt religious differences that the Sunni and the Shia are now expressing in Iraq (with car bombs and power tools)? What is the net effect of so many Jewish settlers believing that the Creator of the universe promised them a patch of desert on the Mediterranean? What have been the psychological costs imposed by Christianity's anxiety about sex these last seventy generations? The current costs of religion are incalculable. And they are excruciating.

While Pascal deserves his reputation as a brilliant mathematician, his wager was never more than a cute (and false) analogy. Like many cute ideas in philosophy, it is easily remembered and often repeated, and this has lent it an undeserved air of profundity. If the wager were valid, it could be used to justify any belief system (no matter how ludicrous) as a "good bet". Muslims could use it to support the claim that Jesus was not divine (the Koran states that anyone who believes in the divinity of Jesus will wind up in hell); Buddhists could use it to support the doctrine of karma and rebirth; and the editors of TIME could use it to persuade the world that anyone who reads Newsweek is destined for a fiery damnation.

But the greatest problem with the wager-and it is a problem that infects religious thinking generally-is its suggestion that a rational person can knowingly will himself to believe a proposition for which he has no evidence. A person can profess any creed he likes, of course, but to really believe something, he must also believe that the belief under consideration is true. To believe that there is a God, for instance, is to believe that you are not just fooling yourself; it is to believe that you stand in some relation to God's existence such that, if He didn't exist, you wouldn't believe in him. How does Pascal's wager fit into this scheme? It doesn't.

Beliefs are not like clothing: comfort, utility, and attractiveness cannot be one's conscious criteria for acquiring them. It is true that people often believe things for bad reasons - self-deception, wishful thinking, and a wide variety of other cognitive biases really do cloud our thinking - but bad reasons only tend to work when they are unrecognized. Pascal's wager suggests that a rational person can knowingly believe a proposition purely out of concern for his future gratification. I suspect no one ever acquires his religious beliefs in this way (Pascal certainly didn't). But even if some people do, who could be so foolish as to think that such beliefs are likely to be true?

Terjemahan: Bahasa Indonesia

Judul: Taruhan Kosong oleh Sam Harris

Diterjemahkan dari: http://newsweek.washingtonpost.com/onfaith/panelists/sam_harris/2007/04/the_cost_of_betting_on_faith.html

Ulasan debat terbaru saya dalam halaman-halaman Newsweek dimulai dan diakhiri dengan Jon Meacham dan Rick Warren yang masing-masing membuat referensi hormat untuk pertaruhan Pascal. Seperti yang akan diingat banyak pembaca, Pascal mengesankan bahwa penganut agama hanya mengambil yang lebih bijaksana dari antara dua pertaruhan: jika seorang umat keliru mengenai Tuhan, tidak terlalu banyak kerugian terhadap dirinya atau siapapun lainnya, dan jika ia benar, ia memenangkan kebahagiaan abadi; jika seorang ateis keliru, bagaimanapun, ia ditakdirkan ke neraka. Jika dilihat seperti ini, ateisme tampak seperti gambaran nyata kebodohan yang nekad.

Akan tetapi terdapat banyak asumsi meragukan yang terbentuk dalam taruhan terkenal ini. Yang pertama adalah anggapan bahwa orang-orang tidak membayar harga yang mengerikan demi kepercayaan religius. Tampaknya layak mengingat dalam konteks ini hanya kerugian yang bagaimana, besar dan kecil, yang kita perhitungkan dari agama. Dengan teknologi destruktif yang sekarang tersebar di seluruh dunia dengan efisiensi abad 21, apakah akibat sosial dari jutaan umat Muslim yang percaya akan kesyahidan metafisika? Siapa yang mau memberi harga terhadap kesungguhan perbedaan religius yang sekarang diutarakan oleh Sunni dan Shia di Irak (dengan bom mobil dan senjata mesin)? Apakah akibat akhir dari begitu banyak penghuni Yahudi yang percaya bahwa sang Pencipta jagad raya menjanjikan mereka sepetak gurun di Mediterania? Apa yang telah menjadi akibat psikologis yang dibebankan oleh kemauan kaum Kristen tentang sex dalam tujuh puluh generasi terakhir ini? Kerugian akibat agama saat ini sudah tidak terhitung. Dan menyiksa.

Kendatipun Pascal patut menerima reputasi sebagai ahli matematika brilian, pertaruhannya tidak pernah lebih dari sebuah analogi yang manis (dan palsu). Seperti juga banyak gagasan manis dalam filosofi, analogi tersebut mudah diingat dan seringkali diulangi, dan hal ini telah memberikan udara yang tidak semestinya akan kemuskilan. Jika taruhan itu ada, maka dapat dugunakan untuk membenarkan sistem kepercayaan manapun (tidak perduli seberapapun menggelikannya) sebagai sebuah "taruhan yang baik". Para Muslim dapat menggunakannya untuk mendukung pernyataan bahwa Yesus tidaklah mulia (Koran menyatakan bahwa siapapun yang percaya akan kemuliaan Yesus akan berakhir di neraka); Orang-orang Buddha dapat menggunakannya untuk mendukung doktrin karma dan kelahiran kembali; dan para editor majalah TIME dapat menggunakannya untuk meyakinkan dunia bahwa siapapun yang membaca Newsweek ditakdirkan menerima kutukan yang kuat.

Namun masalah terbesar dengan pertaruhan - dan itu adalah masalah yang mempengaruhi pikiran religius secara umum - adalah anjuran bahwa seorang yang rasional dapat secara sadar membiarkan dirinya mempercayai sebuah dalil tanpa memiliki bukti. Seseorang dapat menyatakan syahadat apapun yang ia inginkan, tentu saja, tapi untuk benar-benar mempercayai sesuatu, ia juga harus percaya bahwa keyakinan itu benar atas dasar pertimbangan. Untuk meyakini adanya Tuhan, misalnya, adalah percaya bahwa anda tidak hanya sedang membodohi diri sendiri; melainkan percaya bahwa anda berada dalam suatu hubungan kepada keberadaan Tuhan seperti itu, jika Tuhan tidak ada, anda tidak akan percaya padanya. Bagaimana pertaruhan Pascal masuk ke dalam skema ini? Tentu saja tidak.

Kepercayaan tidak seperti pakaian: kenyamanan, kegunaan dan kemenarikan tidak dapat menjadi kriteria sadar seseorang dalam memperolehnya. Adalah benar bahwa orang-orang seringkali mempercayai banyak hal atas berbagai alasan buruk - menipu-diri, impian khayal, dan banyak jenis prasangka-prasangka teori lainnya yang benar-benar mengaburkan pikiran kita - namun alasan-alasan buruk cenderung bekerja hanya ketika tidak disadari. Pertaruhan Pascal mengesankan bahwa seorang yang rasional dapat dengan sadar mempercayai sebuah dalil secara murni diluar pertimbangan untuk kepuasan masa depannya. Saya kira tidak seorangpun yang pernah mendapatkan kepercayaan religiusnya dalam cara ini (Pascal tentunya tidak). Namun bahkan jika ada beberapa orang yang memang demikian, siapa yang dapat begitu bodohnya untuk berpikir bahwa kepercayaan-kepercayaan seperti itu mungkin saja benar ?

Catatan Tambahan (dari penerjemahan)

  • tulis keterangan tambahan di sini
Personal tools