Judul: Atheism 2.0 - Kaum tidak beragama Indonesia menemukan tempat perlindungan online oleh AFP
Diterjemahkan dari: http://richarddawkins.net/articleComments,3550,Atheism-20---Indonesias-nonbelievers-find-refuge-online,AFP,page1
JAKARTA (AFP) – Merokok secara betuntun di sebuah kedai kopi trendy sambil tidak mengindahkan panggilan sembahyang dari mesjid, para ateis Indonesia Didi dan Dewi memiliki sedikit kesabaran untuk kepercayaan sebagian besar rekan senegaranya.
Kedua wanita muda ini adalah penentang tak beriman di dalam negara bermayoritas Muslim terbesar di dunia, tetapi mereka hanya memberitahukannya kepada beberapa orang di dunia nyata.
Malahan, keduanya telah bergabung dengan sejumlah ateis muda Indonesia yang telah menemukan tempat perlindungan di internet, menggunakan media web sebagai situs jaringan sosial, mailing list, blog dan wiki untuk berkomunikasi dengan orang-orang berpikiran-sama di sebuah negara dimana menyatakan ketiadaan Tuhan dapat menyebabkan seseorang dikucilkan.
"untuk saya secara pribadi (terkoneksi online) hanya untuk berbagi pikiran-pikiran saya dan untuk bertemu dengan orang-orang yang berpikiran seperti saya, karena saya tidak bertemu dengan banyak orang seperti itu dalam dunia nyata," kata Didi, seorang arsitek berusia 29 tahun.
"Lebih mudah untuk mengatakan bahwa anda adalah gay daripada ateis"
Dewi, mahasiswi berusia 21 tahun yang tertarik pada debatan tajam terhadap agama dan takhayul, menyetujuinya. Dalam kehidupannya di Jawa Barat di bandung, ia merahasiakan ketidakberimanannya kepada semua orang kecuali teman-teman terdekatnya.
"Jika seseorang bertanya ‘apakah kamu tidak sembahyang?’, maka saya akan sembahyang. Itu adalah sembahyang yang bersifat politik," jelasnya.
Kedua wanita ini, yang menolak memberikan nama asli mereka, terhubung online setiap hari untuk berdebat masalah agama dengan rekan sesama ateis mereka -- dan beberapa orang-orang beragama yang cukup berani untuk menantang argumen-argumen mereka -- dengan aman dari belakang layar computer mereka.
Ditanya akan menjadi apa dirinya tanpa internet, Didi tertawa: "Saya akan menjadi seorang ateis yang terkungkung sepenuhnya."
Adalah mustahil untuk mengetahui jumlah ateis yang ada di Indonesia, sebuah negara berpenduduk 234 juta jiwa yang 90 persennya adalah Muslim, dan dimana orang tidak beragama secara resmi tidak ada.
Setiap warga negara Indonesia harus membawa sebuah kartu identitas yang menyatakan ketaatannya terhadap satu dari enam agama resmi -- Protestan, Katolik, Islam, Budha, Hindu atau Konfusianisme (Konghucu) -- dan kepercayaan terhadap "satu Tuhan" adalah ajaran pertama dari ideologi resmi nasional Pancasila.
Kematian lebih dari setengah juta jiwa orang selama penindasan berdarah Partai Komunis Indonesia dalam mengarahkan kebangkitan kekuatan diktator terdahulu Suharto pada tahun 1966 juga telah meninggalkan bekas.
Propaganda anti-komunis selama 32 tahun masa pemerintahan Suharto berarti ateis sering dicampurkan dengan komunis, tuduhan yang tajam di Indonesia, dimana paranoia Perang Dingin tidak pernah sepenuhnya hilang.
Stigma seperti itulah yang mendorong seorang guru berusia 25 tahun dari Sumatera Barat, dikenal sebagai "XYZMan," untuk memulai sebuah email mailing list pada tahun 2004 untuk memungkinkan para ateis mendiskusikan keyakinan mereka. Daftar itu kini telah mencatat lebih dari 350 anggota.
Meskipun mailing list tersebut sukses, XYZMan mengatakan bahwa ia dipaksa untuk merahasiakan ke-ateis-an nya dalam dunia nyata, dan telah mengalami kegagalan pernikahan dengan seorang wanita Muslim berkaitan dengan ketidakberagamaannya.
"Jika semua orang mengetahui bahwa saya adalah seorang ateis, saya bisa saja kehilangan pekerjaan saya, keluarga dan teman-teman akan membenci saya," ia menjelaskan dalam sebuah wawancara melalui email.
"Ada juga kemungkinan saya dapat diserang secara fisik atau dibunuh karena saya adalah seorang kafir (tidak beriman) dan darah saya halal (diijinkan untuk ditumpahkan) menurut ajaran Islam."
Walaupun tidak banyak jumlahnya, para ateis Indonesia yang terhubung online telah cepat mengadaptasi apa yang disebut blog inovasi "Web 2.0", wiki dan situs-situs jaringan sosial.
"Kami menggunakan segala sarana yang memungkinkan (Facebook, Friendster, Multiply, dll) untuk menunjukkan keberadaan kami, mengumpulkan orang-orang," Karl Karnadi, mahasiswa Indonesia berusia 25 tahun yang sedang belajar di Jerman yang ada di balik banyak web project, mengatakan dalam sebuah pesan Facebook kepada AFP.
Selain menghubungkan para ateis, keberadaan web itu juga dimaksudkan untuk menghancurkan penghalang bahasa yang menyebabkan orang-orang Indonesia tidak mengenal penulis-penulis penting yang ateis seperti Richard Dawkins dan Christopher Hitchens, papar Karnadi. Wiki Ateis Indonesia (Indonesian Atheist) -- dimana, seperti Wikipedia, para anggota secara kolektif berkontribusi dan memperbaiki isinya -- berisi artikel-artikel berbahasa Indonesia dengan topik yang bervariasi dari evolusi sampai argumen untuk dan menentang agama dan pernyataan-pernyataan "deconversion" oleh teman-teman Indonesia.
"Wiki itu seperti sebuah ilmu pengetahuan kolektif, sesuatu yang kita harapkan dapat digunakan setiap kali kita mendiskusikan agama, mendebat para penganut kreasionisme," kata Karnadi.
Kehadiran web ini juga berperan sebagai sejenis pelayanan pendukung. Grup Facebook juga membuka diskusi-diskusi tentang bagaimana cara memulai pembicaraan tentang agama dengan keluarga dan teman-teman, dimana banyak anggota mengakui bahwa mereka berpendapat tindakan paling bijaksana adalah untuk tetap "mengenakan topeng".
Karnadi, sebelumnya adalah seorang pianis gereja yang sekarang kehilangan keyakinannya terhadap kekristenan, mengatakan bahwa tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan sebuah website terpusat untuk mengkoordinir para ateis dan menjangkau orang-orang Indonesia yang memiliki keraguan terhadap agama mereka.
Itu adalah sebuah tugas yang diakuinya jauh lebih mudah dilakukan dari luar negeri.
"Saya memiliki kebebasan saya disini... dan saya dapat melakukan apapun (membuat website ateis, komunitas, mengkritik agama dll) secara terbuka, tanpa takut akan hukuman penjara atau para fundamentalis yang akan membunuh saya," jelasnya.